Pages

Selasa, 02 Oktober 2012

Diplomasi poco-poco di negeri "K-pop"

(ANTARA)

Industri kreatif Indonesia itu yang penting adalah membidik pasar lokal."
Bandung (ANTARA News) - Hampir tengah malam ketika itu, saat lagu "Poco-poco" seketika membuat orang-orang yang masih memenuhi ruang pertemuan di satu hotel di Tokyo menata barisan untuk menari.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, yang menjadi tuan rumah hajatan di hotel itu, turut berpoco-poco bersama sejumlah pelaku usaha wisata Jepang.

Tarian di malam di tengah bulan September itu merupakan akhir dari perjalanan Mari ke Jepang dan awal langkahnya ke Korsel untuk menjalin kerja sama pariwisata dan pengembangan ekonomi kreatif.

Selama seminggu kunjungannya ke negeri J-Pop dan K-Pop itu, Mari membawa sejumlah pejabat di kementerian yang dia pimpin dan beberapa swasta bidang ekonomi kreatif.

Mereka bertemu dengan banyak pihak, baik di Jepang maupun Korsel. Pembicaraan mereka juga "bejibun".

Peluang kerja sama mengembangkan ekonomi kreatif tampak lebih mendominasi kegiatan Mari di dua negara itu.

Sebagai negara yang baru menjadikan ekonomi kreatif menjadi garapan pokok pemerintah, begitu berulang kali Mari menyebut tujuannya saat bertemu dengan pimpinan instansi pemerintah maupun pihak swasta.

"Pertanyaan Ibu Menteri tajam-tajam," kata Ketua Lembaga Perfilman Korsel (Kofic) Kim Eui-Suk, lembaga ekonomi kreatif Korsel, Hong Sang Pyo.

"Tapi tak setajam anggota parlemen kan?" kata Mari.

Menurut Hong, pendekatan dengan anggota parlemen merupakan salah satu kunci yang harus terus-menerus dibina agar semua rencana bisa dijalankan.

Kofic merupakan lembaga perfilman Jepang yang menjadi sasaran Mari untuk diajak bekerja sama.

Dari lembaga itu, Mari dan jajarannya menggali info bagi kepentingan pendirian Badan Film Nasional (BFN).

Kofic merupakan lembaga yang didirikan pada 1973 yang pekerjaannya meliputi dukungan bagi pembuatan film, menyiapkan dana bagi industri film, pendirian sekolah film, membantu pengembangan dan pengadaan teknologi perfilman, dan penyediaan studio alam yang biasa disewa.

Kofic membantu teater kecil, termasuk memperbaiki fasilitas gedung teater.

Kofic juga membantu 30 persen biaya pembuatan film bagi rencana film yang terpilih oleh anggota komisi.

Mari secara khusus mengundang Ketua Kofic untuk ke Jakarta beberapa hari untuk berdiskisi tentang pendirian BFI.

Badan Kreatif
Salah satu kunjungan Mari dan jajarannya adalah ke Badan Konten Kreatif Koresl (Kocca). Lembaga itulah yang memberikan inspirasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membentuk institusi kreatif dalam kabinetnya.

Sepulang dari kunjungan ke Kocca pada 2006, Mari diberi pekerjaan rumah soal ekonomi kreatif dan dirinya sempat berpikir untuk membentuk badan seperti Kocca.

"Di luar dugaan, Presiden membentuk badan itu sebagai kementerian delapan bulan lalu," kata Mari kepada Ketua Kocca.

Kocca pada pada intinya adalah lembaga yang mencari bakat kreatif dari tengah masyarakat Korsel. Lembaga ini yang berperan besar dalam menelurkan sinetron Korea hingga K-Pop yang gelombangnya juga menerjang Indonesia.

Kocca juga berperan mempertemukan para kreator kepada industri yang akan menjual karya mereka. Secara rutin juga mengundang investor untuk melihat hasil kreasi baru.

Lembaga itu setiap tahun mengadakan lomba penulisan naskah berhadiah total 450 juta won atau sekitar Rp450 miliar. Biasanya kegiatan itu diikuti hingga 1.500 peserta.

Pemenang utama akan mendapatkan hadiah sebesar sejuta won dan bersama belasan pemenang lainnya mendapat ruang khusus di kantor Kocca sebagai tempat mereka berkreasi.

Hasil kreasi mereka kemudian diseleksi dan uang terpilih akan mendapat hadiah 500 juta won atau Rp 5 miliar sebagai biaya produksi naskah mereka menjadi produk film.

"Persaingannya sangat ketat," kata Ketua Kocca Hong Sang Pyo.

Dalam pembicaraan di Kocca, Mari secara khusus menyoroti peluang kerja sama pengembangan animasi dan game lokal.

Menurut dia, diperkirakan 30 juta orang muda Indonesia bermain game.

"Industri kreatif Indonesia itu yang penting adalah membidik pasar lokal," katanya.

Animasi yang ada di Indonesia saat ini sebesar 90 persennya adalah impor dan belum ada karakter lokal di dalamnya. Masalah ini yang menurut Mari merupakan tantangan dan peluang yang bisa dikerjasamakan dengan Kocca.

Untuk itu, katanya, dia juga membawa swasta pelaku industri animasi Indonesia ke Korea agar bisa langsung menjajagi kerja sama.

Peluang pun muncul ketika Ketua Kocca menyatakan, pihaknya siap menjembatani animasi Indonesia, terutama UKM animasi.

Dalam kunjungannya ke Korea, rombongan Mari juga mengunjungi studio Wonder World. Industri kecil yang beroperasi di kawasan ruko di kawasan Gangnam itu merupakan industri kreatif penghasil animasi yang sudah dipercaya Hollywood dan sejumlah negara sebagai rekanan kerja sama.

Wonder World bekerja sama dengan Meksiko dalam menghasilkan film 3D berjudul "Jungle Shhluffle" yang akan dirilis pada 2014. Studio itu juga berperan dalam sejumlah animasi film Hollywood, seperi Robin Hood, I am Number Four, dan Land of Lost.

Studio itu berkembang secara bertahap. Sepuluh tahun lalu, studio itu merupakan tenaga "out sourching" yang kemudian secara perlahan bisa membuktikan diri sebagai pihak yang pantas diajak bekerja sama.

CEO Wonder World Young Ki Lee menyatakan, pengembangan animasi memerlukan pendidikan bidang animasi yang kuat dan bertahap. Insentif dari pemerintah juga sangat diperlukan perkembangan industri animasi.

Di studio itu pula, sejumlah anak Indonesia pernah magang berkat dukungan perusahaan animasi yang teegabung dalam Asosiasi Industri Animasi dan Kreatif Indonesia (Ainaki).

Setelah kunjungannya ke sejumlah pihak di Jepang dan Korsel, Mari menyatakan bahwa industri kreatif nasional masih dalam tahap awal.

Menurut dia, pendidikan merupakan yang harus diperkuat untuk mendukung industri kreatif, terutama dalam bidang animasi.

"Saya akan bicarakan lagi dengan Menteri Pendidikan," katanya.

Secara luas, Mari juga akan membuka ruang kreatif yang dapat mendukung terciptanya ide kreatif.

Mari juga menyatakan akan menciptakan apresiasi kepada para kreator yang menghasilkan produk kreatif.

Bentuknya mulai apresiasi berupa kesempatan menikmati karya kreatif dengan menggelar pameran hingga mempertemukan pelaku industri kreatif dengan investor yang ujungnya bisa menyejahterakan mereka.

Mari menyatakan terus bergerak langkah demi langkah dalam mengembangkan ekonomi kreatif yang jenisnya begitu beragam.

Akankah langkah harmonis Mari saat berpoco-poco bisa terus menarik banyak pihak menari bersamanya membentuk ekonomi kreatif yang menghasilan gelombang I-Pop, seperti mimpi besarnya?

(s018/H-KWR) Editor: Aditia Maruli

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Membrane di bawah bulan purnama KapatBulan purnama lagi mejeng dengan sangat menornya di atas langit ladang penggaraman yang luas di selatan Sampang, ...


View the original article here

0 komentar:

Posting Komentar